I.            PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Manusia sangat membutuhkan cahaya untuk melakukan kerja, cahaya adalah sebuah gelombang elektromagnetik yang merambat. Benda-benda yang dapat memancarkan cahaya disebut dengan sumber cahaya, contohnya matahari, sinar lampu, lilin, kunang-kunang dan lainnya. Sumber cahaya yang memancarkan cahaya tersebut dapat kita lihat secara langsung, dan banyak juga mengalami suatu fenomena-fenomena seperti fenomena difraksi, interferensi, pembiasan atau juga pemantulan dan sebagainya. Suatu pembiasan artinya suatu cahaya yang melewati dua buah medium yang berbeda contohnya medium udara dan medium air. Pada saat pembiasan cahaya kita kenal juga dengan istilah kedalaman nyata dan kedalaman semu, kedalaman nyata ini artinya suatu jarak yang sebenrnya yang tampak oleh mata, sedangkan kedalaman semu adalah bayangan yang bisa dilihat jika menggunakan suatu alat pembantu seperti lensa dan sebagainya. Istilah-istilah ini kita kenal dengan apparent depth.

Apparent depth sering dijumpai dalam kehidupan kita sehari-hari misalnya saja permukaan kolam yang tampak lebih dangkal dari nyatanya.  Hal tersebut terjadi karena pembiasan oleh dua medium yang berbeda. Oleh sebab itu untuk meneliti bagaimana proses apparent depth ini berlangsung maka dilakukanlah perconbaan ini.



B.     Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah agara mahasiswa dapat melihat konsep apparent dept dengan menggunakan 2 metode yaitu metode paralaks dan metode sinar kotak.



II. TINJAUAN PUSTAKA



A.    Sumber Cahaya
Di sekitar kita, ada banyak sekali benda yang memancarkan cahaya. Benda yang dapat memancarkan cahaya dinamakan sumber cahaya. Ada dua macam sumber cahaya, yaitu sumber cahaya alami dan sumber cahaya buatan.
1.    Cahaya Alam (Natural Ligthing
Yang termasuk cahaya alam adalah cahaya matahari dan bintang.
2.  Cahaya Buatan (Artifasial)
Cahaya buatan ini meliputi cahaya listrik, cahaya gas, lampu minyak dan lilin. Cahaya buatan ini sebagai sarana pelengkap untuk penerangan ruangan.

Pada saat kita berada di suatu ruangan, cahaya dari lampu akan menerangi ruangan tersebut dan merambat lurus dari sumbernya. Ketika ada sebuah penghalang yang menghalangi cahaya yang datang, maka akan terbentuk daerah gelap di tempat dimana cahaya terhalang. Daerah itu dinamakan daerah bayangan. Apabilla sumber cahaya cukup besar, terkadang terbentuk dua bagian bayangan. daerah dimana sumber cahaya terhalang seluruhnya dinamakan umbra dan daerah dimana cahaya terhalang sebagian dinamakan penumbra. Benda-benda gelap yang menghalangi cahaya dinamakan opaque atau benda tidak tembus cahaya (Setiawan, 2010).

B.     Indeks Bias
Ketika seberkas cahaya mengenai permukaan suatu benda, maka cahaya tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diteruskan. Jika benda tersebut transparan seperti kaca atau air, maka sebagian cahaya yang diteruskan terlihat dibelokkan, dikenal dengan pembiasan. Cahaya yang melalui batas antar dua medium dengan kerapatan optik yang berbeda, kecepatannya akan berubah. Perubahan kecepatan cahaya akan menyebabkan cahaya mengalami pembiasan. Perambatan cahaya dalam ruang hampa udara memiliki kelajuan, kemudian setelah memasuki medium tertentu akan berubah kelajuannya menjadi dengan . Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan, kelajuannya akan turun sebesar suatu faktor yang ditentukan oleh karakteristik bahan yang dinamakan indeks bias ( ). Indeks bias merupakan perbandingan (rasio) antara kelajuan cahaya di ruang hampa terhadap kelajuan cahaya di dalam bahan seperti dinyatakan oleh:
n=c/v
dengan,
n = indeks bias
c = kelajuan cahaya di ruang hampa
v = kelajuan cahaya di dalam bahan
(Reni, 2008).

C.      Pembiasan Cahaya

Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu :

a. mendekati garis normal
Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat dari udara ke dalam air.

b. menjauhi garis normal
Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara.
Syarat-syarat terjadinya pembiasan :
1) cahaya melalui dua medium yang berbeda
    kerapatan optiknya;
2) cahaya datang tidak tegaklurus terhadap bidang
    batas (sudut datang lebih kecil dari 90 derajat)

Beberapa contoh gejala pembiasan yang sering dijumpai dalam kehidupan seharihari diantaranya :
- dasar kolam terlihat lebih dangkal bila dilihat dari atas.
- kacamata minus (negatif) atau kacamata plus (positif) dapat membuat jelas
pandangan bagi penderita rabun jauh atau rabun dekat karena adanya    pembiasan.
-   terjadinya pelangi setelah turun hujan (Suharno, 2009).


III. PROSEDIR PERCOBAAN

A.    Alat dan bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Sumber Cahaya
2. Lensa Cembung
3. Lensa Datar
4. Kertas Putih

B.     Prosedur Percobaan
Prosedur yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Menyiapkan kertas putih dan kemudian meletakkan di atas meja.
2.      Meletakkan lensa cembung di atas kertas putih tersebut.
3.      Menyinari lensa cembung yang diletakkan di atas kertas putih dengan buah sinar dating dari sumber sinar.
4.      Mengukur panjangnya sinar yang dibiaskan dari sumber sinar yang melewati lensa cembung.
5.      Meletakkan lensa datar di depan lensa cembung, kemudian menyinari sinar dan mengukur panjang nya sinar.


IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil pengamatan

Hasil pengamatan yang didapatkan dari percobaan adalah sebagai berikut:
Tabel l. Hasil pengamatan
no
d(cm)        t(cm)
n(cm)
1
4,7             7,7
1.5


B.     Pembahasan
Apparent depth yang jika diartikan secara bahasa berarti”kedalaman nyata”. Kedalaman nyata disini adalah kedalaman objek yang tampak dibiaskan oleh cahaya sehingga seakan-akan benda tersebut dekat. Pembasan ini biasa terjadi disekitar kita, misalnya permukaan kolam yang keliahatan lebih dangkal dari keadaan sebenarnya.  Apparent depth ini dapat di tuliskan secara matematis yaitu hubungan antara kedalaman nyata dan kedalaman semu sehingga dapat di hitung n nya, seperti persamaan di bawah ini:
n = t/d
dimana                                                                         
n = indeks bias

t  = kedalaman nyata
d = kedalaman semu

Padapercobaan yang dilakukan ini, menggunakan suatu metode paralaks yaitu metode saat melihat objek dengan dua sudut pandang yang berbeda, pada praktikum kita melihat dengan mata yaitu bentuk bayangan yang melalui lensa cembung dan bayangan yang melalui lensa cembung dan lensa datar. Adapun proses pengambilan data pada percobaan ini adalah pertama menyiapkan sumber cahaya, lensa cembung, lensa datar, dan kertas putih. Kemudian meletakkan kertas putih di atas meja kemudian meletaakan juga lensa cembung di atas kertas tersebut, kemudian diberi sinar dari sumber cahaya dengan 3 buah sinar dating, lalu mengukur panjang bayangan yang terbentuknya, selanjutnya adalah meletakkan lensa datar di depan lensa cembung, kemudian mengukur kembali bentuk bayangan yang muncul. Untuk bayangan yang berada dari lensa vembung ini disebut dengan bayangan semu (d), sedangkan yang terbentuk dari lensa cembung dan datar adalah bayangan nyata (t).
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa besarnya t lebih panjang dari d. artinya besarnya bayangan nyata lebih besar dari pada bayangan semu. Selanjutnya dari gambar di atas juga di dapatkan nilai indeks bias dari hasil perhitungan  yaitu sebesar 1.5. 



V. KESIMPULAN


Kesimpulan yang di dapat dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.      Dari perhitungan yang di gunakan, maka di dapatkan besar indeks bias yaitu 1,5.
2.      Berdasarkan percobaan yang dilakukan di dapatkan t yang lebih besar dari pada d, yaitu t=7,7 cm dan d = 4,7 cm
3.      Semakin besar kedalaman nyata maka indeks bias akan semain besar kedalaman semunya.
4.       Semakin besar nilai d dan semakin kecil nilai t, maka semakin besar nilai n.
 


DAFTAR PUSTAKA

Reni. 2008. Pengenalan alat optik. Graha ilmu. Bandung.
Setiawan, Agus. 2010. Optika dan gelombang. Gramedia. Jakarta
Suharno. 2009. Dasar-dasar cahaya. Erlangga. Jakarta.


Post a Comment

 
Top